Oleh : Herdi Mokodompit
Situasi bencana alam secara nasional dalam periode 01 Januari sampai 21 Januari 2021 menurut catatan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sungguh memprihatinkan. Tercatat dalam laporan BNPB setidaknya 185 laporan kejadian bencana alam seperti banjir dan tanah longsor melanda Indonesia secara keseluruhan (Sumber CNN).
Seperti yang kita ketahui Pemerintah saat ini masih disibukkan dengan penanganan wabah pandemik Covid-19 yang sangat menguras segala sumber daya, tapi disisi lain kondisi bencana alam yang melanda di seluruh wilayah Indonesia harus segera ditanggulangi dengan mengoptimalkan koordinasi dari seluruh pihak dan elemen terkait, dengan tidak hanya membebani salah satu instansi pemerintah dalam hal ini BNPB dalam penanganannya.
Dalam kaitannya dengan hal tersebut, Bolaang Mongondow Selatan juga salah satu daerah yang dikategorikan rawan terhadap bencana alam menurut Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
Masih melekat kuat di ingatan kita bencana alam banjir air bah yang sempat melanda hampir seluruh wilayah Bolaang Mongondow Selatan sekitar bulan Juli sampai Agustus tahun 2020 adalah salah satu potret bahwa bencana alam secara komprehensif sangat rentan dengan Daerah ini.
Salah satunya sempat memakan korban yaitu Kepala Desa Bakida dan membawa luka sangat mendalam bagi keluarga dan masyarakat yang ditinggalkan. Serta terseretnya satu dusun di Desa Pakuku Jaya yang cukup menggambarkan betapa banjir bandang saat itu langsung menyita perhatian dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk turun langsung memantau dilokasi kejadian.
Sejalan dengan kejadian bencana alam (banjir) yang melanda Bolaang Mongondow Selatan, pemberitaan yang diturunkan oleh salah satu media online Instink.net yang di ulas langsung oleh pewarta kawakan Faisal Manoppo dengan tajuk headline “Edisi Spesial Untuk BPBD Bolsel” cukup mengingatkan kita kembali kepada bencana alam tersebut yang sebenarnya sudah sekitar 6 bulan yang lalu.
Dalam editorial yang di relese Fay sapaan akrabnya per 01 Februari 2021 itu menggambarkan bahwa apa yang ditulisnya tersebut adalah salah satu tulisan yang menyiratkan ketidakmampuan pewarta tersebut dalam mengurai sebuah tulisan apalagi dalam konteks “editorial” seperti yang di ungkapkannya dalam sebuah pesan singkat setelah beritanya itu diturunkan.
Dalam ulasannya bahwa carut marutnya penanganan bencana oleh BPBD Bolsel dalam penanggulangan banjir air bah yang disampaikan Faisal sarat akan asumsi pribadi dari pewarta sendiri.
Kepala Pelaksana BPBD Bolsel Daanan Mokodompit saat dikonfirmasi mengenai carut marutnya penanganan bencana mengatakan bahwa “Penanggulangan bencana telah dilaksanakan sesuai dengan SOP kebencanaan, dengan melibatkan semua unsur dimulai dari relawan, THL, dan seluruh ASN BPBD Bolsel ditambah koordinasi instansi terkait dan lintas OPD yang langsung dikomandoi oleh Sekda sebagai Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bolsel”.
Secara exoficio bahwa Kepala BPBD adalah Sekda dimana Daanan Mokodompit adalah Kepala Pelaksananya, sehingga dalam pelaksanaannya penanganan bencana adalah satu rangkaian dimana semua unsur terlibat. Adapun persoalan data terkini (saat kejadian) bencana yang dipersoalkan oleh Faisal dimana data yang dibutuhkan dihimpun sendiri oleh protokol Bupati, menurut Kalak BPBD Bolsel bahwa “data tersebut adalah data dari BPBD yang sudah dihimpun oleh tim bekerja sama dengan Kecamatan dan Desa setempat yang disatukan dengan data dari instansi terkait kemudian dilaporkan kepada Pimpinan dimana langkah tersebut adalah bagian dari koordinasi” terang Daanan.
Tim relawan yang tidak terkoordinasi dengan baik seperti ulasan Faisal Manoppo, ini justru berbanding terbalik dengan kenyataan yang ada dilapangan saat itu. Saat dikonfirmasi kepada salah satu relawan Sirhan Bumulo yang terlibat langsung dalam penanganan bencana tersebut menuturkan bahwa semua aktif terlibat dan terkoordinasi dengan baik “Torang ini siang malam dilokasi trus, kong torang bakarja koordinasi samua satu pintu sedang anak bini torang kase tinggal demi mo tanggulangi kejadian bencana waktu itu” artinya “kami siang dan malam berada dilokasi bencana dan kami bekerja secara terkoordinasi, kami rela meninggalkan anak dan istri demi membantu penanganan bencana saat itu” tutur Sirhan.
Dalam artikel Faisal Manoppo secara terang-terangan menyerang pribadi Daanan Mokodompit sebagai Kepala Pelaksana yang sebenarnya sudah menciderai etika jurnalistik. Ulasan yang disampaikan sama sekali tidak ada konfirmasi kepada Pihak BPBD Bolsel sebagai instansi leading sektor penganan bencana Daerah Kab. Bolsel agar penyampaian kepada masyarakat menjadi berimbang.
Terlihat Faisal banyak melakukan fallacy (Kerancuan berpikir/sesat pikir) yang mencoba menghubungkan kejadian yang sudah lama dengan situasi pasca Pilkada sampai pada ranah isu rolling jabatan dijajaran SKPD Bolsel.
Proses penyajian data yang diungkap oleh pewarta dalam artikel menghilangkan orisinalitas kejadian karena hanya didasarkan pada asumsi pribadi dan pengamatan pribadi serta tidak didukung data yang kuat. Proses penyajian data harus meliputi tiga unsur utama untuk menjamin natural data yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi (Dalam Miles & Huberman). Sehingga tendensius dari Pewarta kepada Kepala Pelaksana sangat subjektif dan menghilangkan objektifitas dalam mengulas suatu isu.
Kejadian bencana alam merupakan kejadian tak terduga yang dimana tidak ada satupun manusia menghendakinya. Sangatlah tidak Etis ketika Faisal Manoppo memanfaatkan situasi luka dan duka yang dialami para korban bencana alam dan disandingkan dengan isu rolling jabatan. Semoga kita semua bisa belajar dari kejadian ini.