Oleh: Herdi Mokodompit
Ketidak pahaman Fay sang “Pewarta Kawakan” terhadap Fungsi dari setiap Unsur Organisasi serta cara kerja Pemerintah, bahkan untuk kata yang sederhana sekalipun “Koordinasi” tak mampu ia uraikan dalam Otaknya, yang kemudian dijadikan objek ulasan “editorial” menjadi bukti kurangnya pengetahuan membawamu pada jurang narasi yang sarat Fallacy.
Sedikit kita melintasi waktu untuk melihat kembali kejadian bencana alam pertengahan tahun 2020 kemarin antara bulan juli-agustus, Puncak klimaksnya bencana alam bolsel di terjadi di Desa Pakuku Jaya dan Milangodaan Barat serta beberapa desa lain di hampir seluruh Kecamatan yang ada di Bolaang Mongondow Selatan.
Dalam kerja organisasi semua unsur sudah memahami job deskripsinya masing-masing, semua tertuang dalam Standar Operasional Prosedur (SOP). Prinsip kerja organisasi adalah koordinasi satu pintu bukan kerja individual “Akulah Roda akulah Sapi”. Pemahaman seperti ini yang tidak dimiliki oleh Faisal Manoppo, ia mencoba menggiring pada fakta yang dikumpulkan secara pribadi saat itu (Kejadian bencana).
Dia (faisal) melupakan bahwa di Desa lain, di Kecamatan lain yang ada di belahan Bolaang Mongondow Selatan Kecamatan Pinolosian Timur, Pinolosian Tengah, Pinolosian, serta Bolaang Uki dan jua kecamatan lain mengalami hal yang sama (Bencana alam), akibatnya Aksesbilitas komunikasi yang tidak merata, jalan yang dilalui banjir serta tanah longsor yang memutus akses jalur masuk dan keluarnya Relawan dan ke desa-desa yang terdampak, kurangnya personil instansi BPBD Bolsel serta adanaya SOP Kebencanaan (Prosedur kaji cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, kerugian dan sumber daya) tidak dijadikannya pertimbangan dalam tulisannya, dan tetap bersikukuh pada apa yang dialaminya.
Hemat saya, tidak ada yang salah dengan sebuah artikel dengan narasi kritis serta menaruh harapan yang tinggi akan perubahan, hanya saja kurang tepat sebuah tulisan yang tidak didasarkan pada kaidah-kaidah serta tidak Etisnya sikap seorang penulis yang mengkompilasikan antara duka dan luka korban bencana alam dengan sebuah “kepentingan Jabatan”. Sungguh miris, menggambarkan penderitaan masyarakat korban bencana hanya untuk digunakan berebut kedudukan. Tapi begitulah dia Fay sang “Pewarta Kawakan” menarasikannya.
Dalam beberapa tulisannya mencerminkan sikap memaksakan kehendak dan keangkuhan yang mendarah daging. Bak cencer stadium IV muncul dihati bengis dan meracuni tubuhnya- pahitnya empedu pun tak sebanding. Narasi “Tahu belum tentu sadar, sadar sudah pasti tahu” yang coba diuraikan faisal justru mengkritisi apa yang sudah dia uraikan dalam tulisan “Bangun semagat baru” serta “Fay vs Anaknya Kaban BPBD Bolsel” .
Dia (faisal) Tahu jika apa yang diuraikannya tidak mengikuti kaidah-kaidah penulisan, menghilangkan Objektifitas dan Mengaburkan fakta dengan tidak melakukan konfirmasi kepada Instansi yang dituju. serta Dia (faisal)-pun Sadar akan hal yang dia lakukan menyalahi kode etik jurnalistik tapi mengindahkan itu semua dan tergirin oleh nafsu. Tapi begitulah dia Fay “Pewarta Kawakan” yang asik bermain dengan kotoran kesayangannya.
Saya melihat bait-bait puitis menghiasi hampir setiap narasi faisal manoppo dalam tulisannya “Maknai sandiri jo..” yang relese 4/2/2021. Antara tajuk dan narasi puitis seakan menyiratkan kata-kata perpisahan terakhir, sungguh tergambar jelas usaha yang ia lakukan untuk menutupi keangkuhan tulisan bertajuk “bangun semangat baru” seolah menggambarkan keputusasahan atas usaha yang GAGAL. Begitulah Fay si PARALOGISME (new label) bermain kata.
Usaha Fay si “Paralogisme” untuk menutupi aib tulisannya ibarat anak kecil yang merengek menangis menginginkan balon yang dipegangnya terbang dengan tali terikat ditangannya-Dia tidak sadar jika “Tuannya” mengisi balon itu dengan CO2 (Racun) bukan dengan H2O (Oksigen). Perlahan-lahan mulai menyebar ditubuhnya.
Masi bisa dibaca dengan jelas dan akan tersimpan abadi menjadi monument dalam diri setiap insan pers yang membacanya betapa narasi-narasi Adhominem, Verecundiam, ed auctoritatis, serta Noncausa Procausa yang coba dilancarkan Fay sang ”Pewarta Kawakan” bak misil nuklir antar benua yang coba membumi hanguskan hamparan fakta ketidak mampuannya menulis “editorial”.
Mardigu Wowiek dalam sebuah seminar online yang saya ikuti didalam grup aplikasi Telegram mengatakan “ada 2 hal yang mempengaruhi perubahan seseorang: First, Pikirannya Terbuka, Second, Hatinya Terluka. Pikiran yang terbuka mampu membedakan mana Objektif mana Subjektif, serta Etis dan tidak etis dalam menyikapi suatu hal, sedangkan Hati yang terluka mendorong pada perilaku memaksakan kehendak dan bersikap menjadi tidak rasional”. Aah.. dia sepertinya yang “Second”.
Teringat nasihat warganet dalam sebuah meme “Tidak ada yang dapat menghancurkan Besi selain dari karatnya itu sendiri begitupun dengan Kamu Tidak ada yang dapat menghancurkanmu selain dari pola pikir dan sikapmu sendiri”.