Oleh : Delfian Giputra Thanta,S.Kom
Dalam sepakbola terdapat berbagai komponen pendukung yang berkembang sesuai kemajuan zaman, diantaranya pemain,pelatih,suporter, manager, pengurus asosiasi hingga industry, yang mempunyai hubungan symbiosis satu dengan yang lain, tanpa itu sepakbola tidak lengkap. Khusus Suporter, elemen ini menjadi sangat penting karena merupakan faktor Non teknis di dalam sebuah permainan pun termasuk sektor vital karena merekalah salah satu sumber pemasukan keuangan sebuah klub sepakbola.
Tak terkecuali dalam gelaran EURO 2020 kali ini, meskipun digelar ditahun 2021 , namun UEFA sepakat gelaran tahun ini tetap menggunakan label EURO 2020, karena sejatinya digelar tahun 2020 namun mengalami penundaan karena pandemic covid-19 yang melanda seluruh dunia. Adalah suporter yang menjadi salah satu pertimbangan badan otoritas sepakbola eropa untuk mempertimbangkan pelaksanaan euro tahun ini secara aman dan lancer, karena kehadiran suporter sangat berpengaruh bagi tim dan industry sepakbola.
Saat ini gelaran EURO 2020 telah memasuki babak 8 besar,dan yang tersisa tinggal Italia,Belgia,Rep Ceko, Ukraina,Swiss,Spanyol,Inggris dan Denmark. Euforia Euro ini bukan hanya terasa di benua biru saja melainkan di seluruh belahan dunia termasuk Indonesia, ini merupakan turnamen bergengsi pertama yang digelar setelah krisis pandemi selama tahun 2020, sehingga kerinduan akan gelaran sepakbola bergengsi antar negara terobati dengan gelaran ini. Lazimnya suporter tentu berusaha mendukung tim favoritnya dengan berbagai cara untuk mengekspresikan dukungannya ,akan tetapi menurut pandangan penulis, tipe-tipe suporter itu bisa dibagi dalam beberapa tingkatan dilihat dari pendekatan tasawuf atau sufisme, dimana aliran pemahaman ini juga punya “style” nya tersendiri yang menarik dipahami. Setidaknya ini menurut pandangan pribadi penulis.
Dalam sufisme terdapat tingkatan seseorang untuk mencapai puncak mistiknya. Yaitu Syariat,tarekat dan hakekat. Seorang suporter harus mengalami ketiga tingkatan tersebut untuk mencapai puncak spiritual sebagai seorang suporter bola.
Tingkatan pertama “syariat” ,pada tingkatan ini seorang suporter bola yang mengikrarkan diri menjadi seorang fansclub dengan “mewajibkan” dirinya memakai kostum dan marchandise serta perlengkapan milik klub/timnya serta “mengharamkan” memakai kostum dan merchandise tim lain, dengan demikian ia telah memiliki identitas sehingga membedakan ia dengan suporter tim lain. Semua suporter akan melawati fase ini.
Tingkatan kedua “tarekat”, pada tingkatan ini seorang suporter bola mulai mengikuti komunitas fans club timnya, sebagai contoh Juventini Indonesia, Madrisista Indonesia,Milanisti Indonesia dan lain sebagainya, di dalam komunitas ini arah dukungan suporter sudah lebih terarah dan diberdayakan. Pemimpin komunitas menuntun anggotanya untuk mendukung tim nya baik secara langsung maupun tidak, yang membedakan fase ini dengan fase pertama adalah disini lebih terorganisir dan “sanad” jelas dari bawah hingga ke Tim nya langsung bahkan mereka punya kartu anggota yang berfungsi semacam “baiat” sebagai anggota, dibanding fase pertama yang cenderung individual.
Tingkatan terakhir yaitu “hakekat” atau “makrifat” , ini adalah tingkatan terakhir seorang suporter, pada tingkatan ini seorang suporter tidak lagi mengutamakan simbol dan arahan pemimpin komunitas yang melembaga, dalam prekteknya ketika sudah dalam tahapan ini seorang suporter telah melebur menjadi satu ke dalam entitas sepakbola, suporter sebagai seorang insan dan sepakbola sebagai entitas tujuan akhir pencapaian. Dalam istilah sufisme dikenal dengan manunggaling. Manunggal berarti menyatu dengan entitas sepakbola. Dalam tingkatan ini seorang suporter bola tidak lagi ngotot dalam membela timnya atau merasa jumawa dengan kemenangan , melainkan dalam level tertingginya seorang suporter telah memahami sebuah teorema “dalam sebuah permainan ada menang dan kalah” dan dalam permainan terdapat beragam strategi yang “halal” dipakai tanpa pengeluhan.Entah itu menggunakan strategi parkir bus, gegen pressing, total football,tiki taka dan lain sebagainya, itu semua dianggap sebagai seni permainan.
Manunggaling dengan sepakbola berarti kita menerima kekalahan dan kemenangan yang didapat oleh tim favorit kita. Kita bisa terlatih dengan kekalahan demi kekalahan yang didapat tim kita, karena sepakbola itu memiliki siklusnya tersendiri, kita tentu sering merasakan tim kita kalah, tak peduli di level klub, semacam Juventus,Real Madrid, Barcelona,Manchester United, Arsenal, Italia, Spanyol, Brazil bahkan Indonesia pun sering merasakan kekalahan dan bahkan tidak merasakan juara dalam beberapa tahun. Untuk itu kita membutuhkan riyadhah (latihan jiwa), keikhlasan dan tawadhu.
Suporter , bahkan para pemain benar-benar tidak memiliki kuasa atas hasil yang akan dicapai, tidak ada yang bisa diandalkan selain kuasa tuhan yang benar-benar mengetahui hasil akhir. Sehingganya meski hanya sekedar hiburan dan candaan semata, kita tidak gontok-gontokan lagi dengan suporter tim lawan. Bahkan ketika tim kita tidak lagi berpartisipasi dalam sebuah turnamen, kita tetap menyaksikan turnamen itu karena tujuan akhir yang dituju adalah sepakbola itu sendiri, bukan yang lain.
Akhir kata, kita termasuk suporter dalam tingkatan yang mana?
Syariat kah, tarekat kah atau Hakekat? Saya rasa kita semua masih dalam tingkat syariat , paling jauh yaa tarekat.
Semoga EURO 2020 kali ini menyisakan satu hikmah bagi kita sehingga kita bisa menjadi supporter kelas sufi.