Fay & Kotoran Kesayangannya

Oleh : Herdi Mokodompit

Seketika aku tersenyum (menggelitik) dalam suasana shubuh saat salah satu sahabat mengabarkan saya melalui pesan singkat adanya balasan tulisan dari Pewarta kawakan atas artikel bertajuk “Bencana Alam Bolsel Vs Tendensius Pribadi” yang di release 02/02/2021 dalam media kilasbmr.com, yah begitulah saya kali ini akan melabeli yang namanya Faisal Manoppo dalam tulisan saya sebagai “Pewarta Kawakan”.

Saat bersamaan pun beberapa pesan singkat dari kawan-kawan memberi respon variatif atas apa yang sudah kami luruskan dalam artikel tersebut. Akan tetapi ada salah satu pesan singkat yang cukup membuat saya merasa heran sendiri “Dengan artikel ini kami kembali diajarkan untuk membuka mata bagaimana menyampaikan sesuatu yang berkualitas dengan tetap pada koridor yang objektif bukan subjektif, tidak seperti punya ‘Dia’ sebelumnya”. Tutur sahabat tersebut.

Dalam hatipun tersenyum, bahwa memang sedari awal niat itu hanya sebagai klarifikasi bagi Dia yang terlalu tendensius pribadi dan sedikit mengkonstruksi pikiran bebalnya yang ia ungkapkan dalam artikel yang katanya “Editorial”. Kalaupun ada beberapa teman merasa ikut tersadarkan akan pentingnya objektifitas melalui konfirmasi berimbang maka saya turut mensyukurinya.

Baiklah sejenak saya melihat apa yang disampaikan Fay si “Pewarta Kawakan” dalam tulisannya “Fay Vs Anaknya Kaban BPBD Bolsel” yang di release per 03/02/2021, bahwa artikel klarifikasi kami sebelumnya mempertontonkan pembelaan dangkal, menurut saya merupakan statement yang berpotensi boomerang bagi Dia.

Padahal dengan sangat terang benderang itu adalah klarifikasi untuk memberikan informasi berimbang bagi masyarakat bukan pembelaan. Justru yang sangat berbahaya adalah “Dia” yang katanya Jurnalis senior tidak pernah sekalipun melakukan konfirmasi kepada pihak BPBD padahal menurut informasi dari Kalak BPBD ketika dikonfirmasi, sudah mengundang yang bersangkutan untuk mengklarifikasi sebagai bagian dari hak jawab agar informasi menjadi berimbang akan tetapi yang bersangkutan tidak hadir.

Makanya saya tidak mau ikut terseret dalam iramanya, dengan penuturan pengalaman Pribadinya yang katanya ikut menerobos ke lokasi bencana, toh khalayak umum dengan sikapnya tersebut yang kurang kooperatif bisa menilai dengan jelas.

Pewarta atau lebih dikenal dengan sebutan prestisius “Jurnalis” merupakan profesi yang hebat, dimana dengan tulisananya ia mampu merubah tatanan, peradaban, dan pemikiran umat manusia. Namun akhir-akhir ini saya melihat fakta bahwa “Dia” kehilangan substansi dalam sebuah tulisan yang ia buat sendiri. Lebih mengedepankan persepsi pribadi, serta semakin banyak melakukan fallacy, apa mungkin karena adanya masalah pribadi dengan orang tertentu, instansi atau kelompok yang menjadi objek tulisannya yang pada akhirnya ia tidak mampu memposisikan dirinya sebagai Watchdoc bagi masyarakat.

Sekuat apapun ia bersikukuh dengan tulisannya dalam menilai kinerja suatu instansi pemerintah yang menyasar pada top leader nya, ditambah dengan momentum yang tidak tepat dan tidak relevan lagi dikarenakan sudah lama belalu (sekitar 6 bulan yang lalu) yang dikait-kaitkan dengan metode cocoklogi, maka tersirat tanya dalam pemikiran “Apa mungkin ia punya kepentingan?”.

Premis-premis yang Pewarta kawakan ciptakan sendiri dimulai dari menyentil kembali persoalan bencana yang telah berlalu (6 bulan lalu), premis momentum pasca Pilkada, serta premis isu rolling jabatan di jajaran SKPD Bolsel, dengan penarikan kesimpulan menyudutkan satu pihak (BPBD) diantara sejumlah badan/instansi yang ada adalah cukup menggambarkan tendensius pribadi bak dendam kesumat yang ikut merusak citra, marwah dan kualitas seorang Pewarta kawakan dengan label Jurnalis Senior.

Fay si Pewarta kawakan dan argumentasi tendensiusnya mengingatkan saya pada buku bacaan “Si Cacing & Kotoran Kesayangannya” karya Ajahn Brahm. Buku yang mengulas 108 kisah hidup sang Penulis yang sarat akan makna, falsafah hidup, serta nasihat sehari-hari. Saya melihat ‘Dia’ asik pada kesenangan akan hal yang tidak sepatutnya dilakukan sebagai insan pers (Penjelasan dalam buku tersebut).

Deklarasi si Pewarta kawakan bahwa ia akan keluar dalam kaidah dan mengajak menyelam di alam gaya bebas menyiratkan tingkat frustasi yang sudah memuncak pada level high grade serta mengajak tanding narasi membuat Saya semakin tertawa lepas. Si Pewarta kawakan dalam ulasannya lebih banyak menari dalam kegundahan hati dan kerisauan hati seakan memaksa sang Pemegang hak prerogatif tertinggi di Eksekutif (Bupati) untuk melakukan perombakan jajarannya. Fay, Beliau paling mengetahui apa yang akan beliau lakukan, dan itu bukan ranahmu.

Saya menganggap ini adalah bagian dari sinopsis awal untuk menanggapi ulasan yang telah Pewarta kawakan ungkapkan dengan pikiran yang sangat terbuka. Dan akan meladeni setiap diskursus nantinya, karena sejatinya bagi saya “Lawan berdebat adalah teman berpikir” bukan dengan “menyembelihnya”.

Sekian…

Komentar Facebook
Bagikan Berita ini

Baca Juga

Pernyataan YSK Dukung IDEAL, Disambut Antusias Massa Kampanye Dialogis di Bolsel

KILASBMR.Com,BOLSEL – Kampanye Terbatas Calon gubernur Sulawesi Utara (Sulut) nomor urut satu, Yulius Selvanus Komaling …