KILASBMR.Com,BOLSEL – Walau sempat ditertibkan oleh pihak Polres Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel) pada tahun 2024 lalu.
Kini Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di kawasan Kilo 12 atau Upper Tobayagan (UTO), Desa Dumagin, Kecamatan Pinolosian Tengah, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel) kembali beroperasi.
Pada tahun 2024 lalu, lahan ini menjadi polemik dimana keluarga Kunu Makalalag yang menklaim punya hak tanam atas lahan tersebut meminta ganti rugi ke pihak PT JRBM.
Namun saat ini, lahan tersebut justru dirubah menjadi area pertambangan ilegal.
Dengan Luas tanah yang berkisar 30 hektar lebih itu yang sebelumnya terdapat rendaman cairan sianida yang ditertibkan Polres Bolsel kembali beroperasi.
Salah satu sumber di lokasi yang meminta identitasnya dirahasiakan mengaku bahwa beberapa alat berat sudah dikerahkan di lokasi.
“Kunu Makalalag bekerjasama dengan pria bernama Elo, yang mulai beroperasi beberapa hari terakhir,” ujarnya, Sabtu 22 Maret 2025.
Sebut dia kerjasama Kunu dan Elo ini sudah berlangsung lama, bahkan Kunu diduga sendiri memiliki hutang terhadap Elo.
“Dia (Kunu) kan ada hutang sama Elo makanya ketika lahan tersebut dikelolah untuk tambang ilegal,”kata dia.
Sebelumnya Kapolres Bolsel melalui Kasat Reskrim IPTU Dedy Vengky Matahari mengungkapkan bahwa lahan di Kilo 12 merupakan kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT).
Sesuai dengan hukum yang berlaku, tanah tersebut merupakan milik negara tanpa hak kepemilikan individu.
“Dari berbagai tinjauan yang ada, semua pihak sepakat bahwa tanah di lokasi tersebut adalah milik negara,” jelas Dedy kepada media.
Ia juga menyebutkan bahwa akses jalan yang ada di lokasi merupakan peninggalan dari perusahaan kayu yang pernah beroperasi di sana.
Jalan-jalan ini awalnya dibangun untuk mempermudah mobilitas perusahaan dalam pengelolaan kayu.
PT JRBM dalam Tahap Eksplorasi
Saat ini, PT JRBM yang beroperasi di lokasi Kilo 12 masih berada dalam tahap eksplorasi, bukan eksploitasi, seperti yang disampaikan oleh Dedy.
Aktivitas pengeboran atau drilling untuk mencari emas menjadi fokus perusahaan tersebut, sehingga klausul ganti rugi tanam di bawah izin penggunaan kawasan hutan (IPPKH) belum bisa dijalankan.
Pihak JRBM pun dalam ketentuan bukan mengganti rugi lahan, tapi tanaman.
Namun, jika PT JRBM nantinya memasuki tahap eksploitasi, Dedy menjelaskan bahwa perusahaan akan bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk membentuk tim verifikasi guna menangani klaim ganti rugi.
Proses verifikasi ini nantinya hanya akan dilakukan pada lahan yang akan dieksploitasi dan hanya kepada pihak ketiga yang mengelola tanpa hak kepemilikan.
“Pihak ketiga harus mendaftar pada tim verifikasi yang dibentuk melalui SK Bupati. Lahan yang akan dieksploitasi akan ditinjau lebih dulu oleh tim tersebut,” tegas Dedy.
Ia juga menekankan bahwa tidak semua lahan di lokasi tersebut akan mendapatkan kompensasi, melainkan hanya di tiga titik pengeboran yang diidentifikasi.
Sementara itu, aktivitas perkebunan di lokasi lainnya masih diperbolehkan.
Sikap Tegas terhadap tambang ilegal
Di sisi lain, Dedy memperingatkan bahwa ganti rugi tidak akan diberikan apabila lahan tersebut terbukti menjadi area pertambangan ilegal.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa aktivitas tambang ilegal di Kilo 12 sudah berlangsung cukup lama.
“Sudah ada aktivitas tambang ilegal di lokasi Kilo 12 Bukit Mobungayon jauh sebelum saya bertugas di sini,” ungkapnya.
Dedy juga menyebut nama Kunu Makalalag dan menegaskan bahwa mereka tidak mungkin tidak mengetahui keberadaan tambang ilegal tersebut.
Area pengeboran PT JRBM pun saat ini berada di bekas lokasi tambang ilegal. (***)